Senin, 26 Desember 2011

Perilaku Organisasi - KEKUASAAN DAN POLITIK

Ringkasan Buku Organizational Behavior - stephen P. Robbins

Kekuasaan (power) mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A. Definisi ini mengimplikasikan sebuah potensi yang tidak perlu diaktualisasikan agar efektif dan sebuah hubungan ketergantungan. Kekuasaan merupakan suatu potensi atau kemampuan sehingga bisa saja seseorang mempunyai kekuasaan tapi tidak menjalanakannya. Aspek terpenting dari kekuasaan adalah fungsi ketergantungan (Dependency) artinya semakin besar ketergantungan B terhadap A maka besar pula kekuasaan A. Selain itu seseorang dapat memiliki kekuasaan atas diri Anda hanya jika ia mengendalikan sesuatu yang Anda inginkan.
Membandingkan kepemimpinan dan kekuasaan
Kedua konsep tersebut saling bertautan, para pimpinan menggunakan kekuasaan sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok. Sehingga kekuasaan adalah sarana untuk memudahkan usaha mereka mancapai tujuan.
Salah satu perbedaan yang terkait adalah
1. Kesesuaian tujuan, kekuasaan tidak mengisyaratkan kesesuaian tujuan tetapi hanya ketergantungan. Sebaliknya kepemimpinan mengisyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang dipimpin.
2. Arah pengaruh, kekuasaan berfokus pada pengaruh ke bawah kepara para pengikutnya, sedang kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh kesamping dank ke atas.
3. Penekanan Penelitian, penelitian akan kepemimpinan terletak pada gaya, sedangkan penelitian kekuasaan terletak pada sesuatu yang lebih luas dan berfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh kepatuhan dari anak buah.

Landasan Kekuasaan
1. Kekuasaan Formal
a. Kekuasaan koersif
Landasan Kekuasaan koersif (Coersive power) adalah rasa takut. Kekuasaan koersif mengandalkan aplikasi, atau ancaman aplikasi, sangsi fisikyang menimbulkan rasa sakit, menimbulkan frustasi melalui pembatasan gerak atau pengendalian paksa terhadap kebutuhan dasar fisiologi atau keamanan.
b. Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan (reward power), orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena, dengan berbuat demikian, ia akan mendapatkan manfaat positif; serta mendapatkan imbalan atau penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain. Imbalan bisa bersifat financial atau non-finansial.
c. Kekuasaan Legitimasi
Kekuasaan lagitimasi (Legitimate power) adalah kekuasaan yang melambangkan kewenangan formal untuk mengendalikan dan memamfaatkan sumber-sumber daya organisasi misalnya posisi structural. Secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggota-anggota dalam suatu organisasi.
2. Kekuasaan Pribadi
a. Kekuasaan karena Keahlian
Kekuasaan karena Keahlian (Expert power) adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, ketrampilan khusus, pengetahuan. Keahlian telah menjadi salah satu sumber pengaruh yang paling kuat karena dunia sudah semakin berorientasi pada teknologi.
b. Kekuasaan Rujukan
Kekuasaan Rujukan (referent power) didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang memiliki sumber daya atau sifat-sifat personal yang menyenangkan. Hal ini berkembang dari kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang lain. Karisma merupakan pengaruh yang cukup besar, walaupun tidak menduduki posisi kepeminpinan formal, mampu memanfaatkan pengaruhnya terhadap orang lain lantaran dinamisme kariskatik, rasa digemari, dan efek emosional mereka atas kita.

Landasan Kekuasaan Manakah Yang Paling Efektif
Dari semua landasan kekuasaan formal dan pribadi, yang paling menarik adalah penelitian secara cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling efektif. Kekuasaan karena keahlian maupun rujukan secara positif berkaitan dengan kepuasan karyawan berhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja, sedangkan kekuatan imbalan dan legitimasi tampak tidak terkait secara langsung hasil-hasil semacam ini.


Ketergantungan : Kunci Kenuju Kekuasaan
Postulat umum tentang ketergantungan
Postulat umum : semakin besar ketergantungan B terhadap A, semakin besar kekuasaan A atas B. jadi ketergantungan berbanding terbalik dengan sember-sumber panawaran alternative. Hal ini menjelaskan, misalnya, alasan berbagai organisasi menggunakan jasa banyak penyuplai alih-alih mempercayakan kepada satu pihak saja. Hal ini juga menjelaskan mengapa begitu banyak diantara kita berusaha mencapai kebebasan financial. Kebebasan financial mengurangi kekuasaan yang mungkin dimiliki orang laian atas diri kita.
Apa yang menyebabkan ketergantungan ?
1. Nilai penting. Untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang anda control haruslah hal-hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif berusaha menghidari ketidakpastian. Karenanya, kita akan menemukan bahwa individu atau kelompok dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai penguasa sumber daya yang penting.
2. Kelangkaan. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan ketergantungan. Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki jabatan di mana persediaan personil relative rending dibandingkan dengan kebutuhannya dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih manarik disbanding bila jumlah calonnya banyak.
3. Keadaan tidak tergantikan. Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sember daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh control atas sumber daya tersebut.

Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan (power tactics). Dengan kata lain, pilihan-pilihan apa daya yang dimiliki seseorang untuk memengaruhi atasan, rekan kerja, atau karyawan mereka. Serta apalah pilihan-pilihan tersebut yang lebih efektif dibandingkan dengan yang lain. Ada 9 mengidentidifikasi macam taktik pengaruh :
a. Legitimasi. Mengamdalkan posisi kewenagan seseorang atau menekankan bahwa sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
b. Persuasi rasional. Menyajikan arguman-argumen yang logis dan berbagai bukti factual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
c. Seruan Inspirasional. Mengembangkan komitmen emosional dengan cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi subuah sasaran.
d. Konsultasi. Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencara atau perubahan akan dijalankan.
e. Tukar pendapat. Memberi imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
f. Seruan pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahatan atau kesetiaan.
g. Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum membuat permintaan.
h. Tekanan. Menggunakan peringatan, tuntunan tegas, dan ancaman
i. Koalisi. Meminta bantuna orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.
Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain bergantung pada arah dari pengaruh. Bukti menunjukkan bahwa orang dinegara yang berbeda-beda cenderung lebih menyukai taktik kekuasaan yang berbeda pula.

Kekuasaan Dalam Kelompok : Koalisi
Mereka yang “berada di luar lingkaran kekuasaan” dan berusaha “masuk” ke sana mula-mula akan mecoba memperbesar kekuasaan mereka secara individual. Tetapi, jika upaya ini berbukti tidak efektif, alternatifnya adalah membentuk sebuah koalisi (coalition) suatu kolompok informal yang diikat oleh satu isu perjuangan yang sama. Prediksi lain mengnai koalisi berkaitan dengan kadar kesalingtergantungan di dalam organisasi. Lebih banyak koalisi jika yang bisa tercipta bilamana terdapat banyak ketergantungan tugas dan sumber daya.

Pelecahan Sexual : Ketidakseimbangan Kekuasaan di Tempat Kerja
Pelecehan sexual (sexual harassment) didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat sexual yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana kerja yang tidak nyaman. Kebanyakan studi menegaskan bahwa konsep kekuasaan sangat penting untuk memahami pelecehan sexual, pelecehan sexual lebih mungkin terjadi ketika ada kesenjangan kekuasaan yang besar. Meskipun tidak memiliki kekuasaan legitimasi, rekan kerja dapat memiliki pengaruh dan memanfaatkan pengaruh itu untuk melakukan pelecehan sexual kepada temannya. Malahan, walaupun pelecehan sexual sering dilakukan oleh rekan kerja tetapi tidak separah yang dilakukan Penyelia.
Pelecehan sexual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba mengendalikan atau mengancam individu lainnya. Pelecahan sexual dapat menyebabkan kehancuran sebuah organisasi, tetapi tindakan tersebut dapat dihindarkan dengan cara antara lain :
a. Patikan ada sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal yang merupakan pelecahan sexual, yang member tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat karena melakukan pelecehan sexual semacam ini kepada karyawan lain, dan menetapkan prosedur untuk menyampaikan keluhan.
b. Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika mereka menyampaikan keluhan mereka.
c. Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia perusahaan.
d. Pastikan bahwa pelakunya terkena sanksi atau diberhentikan.
e. Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadarann karyawan akan isu-isu seputar pelecehan sexual.
Kesimpulan: adalah bahwa para manajer memiliki tanggung jawab untuk melindungi karyawan mereka dari lengkungan kerja yang tidak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu melindungi diri mereka sendiri.

Politik : kekuasaan yang Bermain
Ketika orang-orang menyatu dalam kelompok, berlakulah hukum kekuasaan. Ketika para karyawan dalam suatu organisasi mulai memainkan kekuasaan yang ada pada mereka, kita melihatkan sebagai politik. Orang – orang dengan Keterampikan politik yang baik memiliki kemampuan untuk menggunakan landasan-landasan kekuasaan yang mereka miliki secara afektif. Jadi definisi berfokus pada penggunaan kekuasaan untuk memengaruhi pengambilan keputusan dalam organisasi atau perilaku-perilaku anggota yang egois dan tidak melayani kebutuhan organisasi. Perilaku politik (political behavior) didefinisikan sebagai aktivitas yang tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam organisasi.
Komentar terakhir berkaitan dengan apa yang disebut sebagai dimensi “sah – tidak sah” dalam perilaku politik.
- Perilaku politik yang sah (Legitimate political behavior) mengacu pada politik sehari-hari yang wajar- menyampaikan keluhan kepada penyelia anda, memotong rantai komando, membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang ketat pada ketentuan yang ada.
- Perilaku politik yang tidak sah (Ilegitimate political behavior) yang menyimpang dari aturan main yang digariskan. Misalnya sabotase, melaporkan kesalahan, dan protes-protes simbolik seperti memakai pakaian nyeleneh atau bros tanda protes dan beberapa karyawan tidak masuk kerja.

Realitas Politik
Politik adalah sebuah kenyataan realitas hidup dalam organisasi. Organisasi terbentuk dari individu dan kelompok dengan nilai, tujuan, dan kepentingan yang berbeda-beda. Fakta ini, mengandung potensi timbulnya konflik untuk memperebutkan sumber daya. Sumber daya yang dimiliki organisasi juga ada batasnya, sehingga potensi konflik berubah menjadi konflik nyata. Lebih jauh, entah benar atau salah, keuntungan satu orang atau kelompok seringkali dipahami akan diperoleh dengan mengurbankan orang-orang atau kelompok lain dalam organisasi. Barangkali, factor terpenting yang mendorong tumbuhnya politik di dalam organisasi adalah kesadaran bahwan sebagian besar “fakta” yang digunakan untuk mendasarkan pengalokasian sumber daya yang terbatas itu terbuka untuk ditafsirkan secara beragam. Terakhir, karena sebagian besar keputusan harus dibuat dalam ambiguitas- di mana fakta jarang yang sepenuhnya objektif dan, karenanya, terbuka untuk diinterprestasikan – orang–orang di dalam organisasi akan menggunakan pengaruh apa pun semampu mereka untuk menelikung kenyataan demi memperjuangkan tujuan dan kepentingan mereka. Hal ini memunculkan aktivitas yang kita kenal dengan Politisasi.
Jadi untuk menjawab mengenai apakah mungkin bagi sebuah organisasi bebas dari politik bisa dijawab “Ya”, jika semua anggota punya tujuan dan kepentingan yang sama, sumber daya tidak langka, serta kinerja benar-benar jelas dan objektif.
Factor-faktor yang berkontribusi terhadap politik
1. Factor individu. Para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat keperibadian tertentu, kebutuhan, dan beberapa factor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para karyawan yang mempu merefleksi diri secara baik (high self-monitor), memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkinan lebih besar untuk terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi diri secara baik lebih sensitive terhadap berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat kecedasarn social, dan terampil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low self monitor). Selain itu investasi seseorang dalam organisasi, alterbatir-alternatif yang diyakininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mmama ia akan memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah.
2. Factor-faktor Organisasi. Kegiatan politik kiranya lebih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variable perbedaan individu. Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh perbedaan-perbedaan individual dalam menumbuhkembangkan prose politisasi, bukti menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung politik. Selain itu, kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, system evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik-praktik alokasi imalan zero-sum (perolehan hangus karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara demikartis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi politisasi.
Bila kultur sebuah organisasi semakin menekankan pendekatan zero-sum atau menang-kalah dalam kebijakan alokasi imbalannya, karyawan akan semakin termotivasi untuk melibatkan diri dalam politisasi. Terakhir, ketika pada karyawan melihat orang-orang yang ada di puncak terlibat dalam perilaku politik, khususnya ketika mereka berhasil melakukannya dan mendapatkan imbalan atas keberhasilan itu, terceiptakan sebuah suasana yang mendukung politisasi. Politisasi dalam pengertian tertentu, membuka jalan bagi mereka yang memiliki kedudukan lebih rendah dalam organisasi untuk juga bermain politik sembari member kesan bahwa perilaku semacam ini dapat diterima dan wajar.

Bagaimana orang Menanggapi Politik Organisasi
Kita melihat hasil-hasil yang menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku politiknya tetapi sebagian besar orang yang keterampilan politiknya biasa-biasa saja atai tidak mau bermain politik hasilnya cenderung negative. Persepsi terhadap politik cenderung meningkatkan kecemasan dan stress kerja. Hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa, dengan tidak terlibat dalam politik, seseorang bisa kehilangan pijakan kepada orang lain yang aktif bermain politik; atau sebaliknya. Lantaran ada tekanan tambahan yang dirasakan oleh individu-individu karena masuk ke dan bersaing dalam arena politik.
Dari kesimpulan di atas penjelasan menarik telah disampaikan, antara lain :
1. Hubungan politik – kinerja tampaknya dimoderatkan oleh pemahaman individu tentang “bagaimana” dan “mengapa” politik organisasi itu.
2. Ketika politik dipandang sebagai ancaman dan senantiasa direspon secara defensive, akhirnya yang muncul adalah hasil yang negative.
Manakala memandang politik sebagai ancaman alih-alih sebagai peluang, orang tak jarang akan meresponnya dengan perilaku defensif (defensive behavior) - perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari aksi, disalahkan, atau perubahan.

Mengelola Kesan
Kita tahu bahwa orang senantiasa berkepentingan dengan bagaimana orang lain memamdang dan menilai mereka. Dipandang positif oleh orang lain akan bermanfaat bagi orang-orang di dalam organisasi. Dalam konteks politik, kesan yang bagus mungkin bisa membantu memengaruhi distribusi keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri. Proses yang digunakan individu untuk mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut Pengelolaan atau Manajemen Kesan (impression management). Kebanyakan studi penelitian dilakukan menguji keefektifan teknik-teknik MK yaitu :
1. Kesuksesan wawancara
Ketika para peneliti mempertimbangkan kualifikasi para pelamar, mereka menyimpulkan bahwa teknik-teknik MK itu sendirilah yang mempengaruhi para pewawancara. Para peneliti telah membandingkan para pelamar yang menggunakan teknik-teknik MK yang terfokus pada promosi pencapaian seseorang (promosi diri) dengan para pelamar yang menggunakan teknik-teknik yang terfokus untuk menyenangkan pewawancara dan menemukan wilayah kesepakatan (menjilat). Menjilat juga berjalan dengan baik dalam wawancara, yang berarti bahwa para pelamar yang menyenangkan pewawancara, setuju dengan pendekatan-pendekatannya, dan menekankan hal-hal yang bersesuaian ternnyata lebih baik daripada mereka yang tidak.
2. Evaluasi kinerja
Dalam hal ini peringkat kinerja, gambarannya sangat berbeda. Menjilat dikaitkan secara positif dengan peringkat kinerja, yang berarti bahwa mereka yang menjlat para penyelia mendapatkan evaluasi kinerja yang lebih tinggi. Menjilat selalu berhasil karena setiap setiap orang senang diperlakukan dengan baik.

Etika Berperilaku secara Politis
Menyimpulkan pembahasan mengenai politik dengan memberikan beberapa panduan etis untuk berperilaku positif, meskipun tidak ada cara pasti untuk membedakan antara politik Etis dan tidak Etis. Terkadang secara tidak sadar kita terlibat dalam perilaku politik karena alasan kebil yang baik. Kebohongan yang terang-terangan bisa menjadi contoh yang ekstrem dari pengaturan kesan, tetapi banyak di antara kita telah mendistorsi informasi menjadi sebuah kesan yang menyenangkan.
Pertanyaan terakhir yang perlu dijawab adalah apakah kegiatan politik selaras dengan standard kesetaraan dan keadilan. Terkadang sulit untuk menimbang biaya dan manfaat dari sebuah tindakan politik, tetapi keetisannya jelas. Adanya pandangan like and undislike terhadap penilaian hasil kinerja. Ketika dihadapkan pada dilemma etika menyangkut politik organisasi, cobalah pertimbangkan isu-isu yang pernah ada sebelumya (apakah bermain politik sepadan resikonya dan akankah membahayakan orang lain dalam prosesnya).

Ringkasan dan Implikasi untuk Manajer.
Jika ingin membuat segala sesuatu terlaksana dalam sebuah kelompok atau organisasi, ada baiknya Anda memiliki kekuasaan, yang ingin memaksimalkan kekuasaan. Dengan kata lain, kekuasaan adalah jalan dua arah. Anda tidak akan sendirian dalam upaya membangun basis kekuasaan anda. Orang lain, terutama teman sejawat dan karyawan, akan berusaha membuat anda tergantung kepada mereka. Hasilnya adalah sebuah pertempuran terus-menerus. Terdapat bukti bahwa orang merespon berbagai basis kekuasaan secara berbeda-beda. Kekuasaan seseorang yang memiliki keahlian dan menjadi rujukan berasal dari kualitas pribadinya. Kecakapan muncul terutama untuk menawarkan daya tarik yang luas, dan penggunnanya sebagai basis kekuasaan menghasilkan kinerja yang tinggi oleh para anggota kelompok.
Kekuasaan atasan Anda mungkin juga memainkan peran dalam menentukan kepuasaan kerja Anda. “salah satu alasan mengapa kebanyakan dari kita senang bekerja untuk dan dengan orang-orang yang berkuasan adalah bahwa mereka umumnya lebih menyenangkan – bukan karena sifat bawaan mereka, melainkan karena reputasi dan realitas sebagai orang yang berkuasa memungkinkan mereka lebih bebas memilih dan mampu mendelegasikan kepada orang lain.
Manajer yang efektif menerima sifat politis organisasi. Dengan menilai perilaku dalam kerangka politik, anda dapat memprediksi secara lebih baik tindakan-tindakan orang lain dan menggunakan informasi ini untuk merumuskan strategi politik yang akan mendatangkan keuntungan bagi anda dan unit kerja anda.
Sebagian orang secara signifikan lebih bersifat “cerdik dalam politik” dibandingkan sebagian lainnya, yang berarti mereka sadar akan politik yang mendasari dan dpat mengelola Kesa. Mereka yang pandai berpolitik diharapkan akan mendapat evaluasi kinerja yang lebih tinggi dan, karena itu, kenaikan gaji dan promosi daripada mereka yang naïf atau tidak cakap politik. Mereka yang cerdik politik juga menunjukkan kepuasan kerja yang lebih tinggi dan mampu menetralkan penyebab-penyebab stress kerja, begitu juga sebaliknya bagi karyawan yang memiliki ketrampilan politik rendah atau bahkan tidak menjalankan permainan politik.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

makasi sangat membantu tugas saya

Anonim mengatakan...

makasi sangat membantu tugas saya

Anonim mengatakan...

kalo boleh tau ini yag di rangkum buku yag cetakan yang keberapa ya??

Anonim mengatakan...

kalo boleh tau ini yag di rangkum buku yag cetakan yang keberapa ya??